Tidak terasa pemilu 2014 sudah di depan mata. Sudah dari berbulan-bulan yang lalu masyarakat sepertinya acuh tak acuh dengan imbauan-imbauan yang ada. Ada perubahan dari taraf berpikir oleh masyarakat. Mereka belajar dari pemilihan yang lalu, rata-rata elit-elit politik sekedar berjanji manis sebelum meraih kursi pemilu, kemudian setelahnya mereka seakan lupa dengan rakyat yang memilihnya. Persaingan tidak sehat antar calon-calon yang akan dipilih menorehkan kebingungan di tengah-tengah masyarakat. Bahkan tak jarang berimbas pada kericuhan atau perang saudara karena tidak satu suara. Layaknya tradisi pemilu berulang kembali. Meraih suara dengan mengandalkan pidato-pidato dan bantuan-bantuan material menunjukkan para elit politik tidak kreatif dalam kampanye. Masyarakat bukanlah anak kecil yang gampang dibodoh-bodohi. Mereka yang tetap memilih bisa saja berkhianat, siapa yang memberi bantuan paling banyak maka itulah yang dipilih. Beda halnya yang memilih golput, mereka pada dasarnya sudah bosan dan penak dengan omong kosong para elit politik. Ada juga yang golput karena mereka paham atas efek buruk dari ikut andil memilih orang-orang tidak becus dalam memegang tampuk kekuasaan. Apatah lagi capres-capres yang akan maju sepertinya rata-rata pernah melukis kasus buram di era perpolitikan Indonesia. Perubahan yang kita harapkan adalah perubahan yang sifatnya jangka panjang. Hal demikian mustahil terwujud jika sistem ketatanegaraan menggunakan konsep itu-itu saja. Sehingga perlu ada terobosan baru mewujudkan Indonesia sejahtera. Bisa kita katakan harus ada revolusi sistem.
Di sisi lain, banyak kaum muda yang mengumbar aib para capres di sosial media. Mengapa harus diumbar aib mereka? Biarkanlah masyarakat memilih pilihan mereka dengan persepsi masing-masing. Dengan begitu tidak ada yang merasa tersindir atau dendam. Dengan melakukan hal tersebut pun dapat mengakibatkan hal-hal yang tidak diinginkan yang lebih parah/buruk karena ada pihak yang merasa tidak terima dengan dipublikasikannya fakta-fakta capres yang dimaksudkan aib mereka. Marilah kita berpikir dewasa untuk memilih pemimpin negara tanpa harus terpengaruh lingkungan, teman, atau pihak-pihak tertentu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar